Seminggu sekali Sang Khotib selalu mengingatkan kita
dengan kalimat, “Ittaqullaha
haqqatuqaatih.. Bertaqwalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, Walaa tamuutunna illaa wa antum muslimuun…. Jangan sekali-kali kalian mati kecuali dalam
keadaan Islam. (Al Imran:102)
Pesan ini sudah ada sejak zaman Nabi Yaqub AS untuk anak
keturunannya (Bani Israil) sekitar 4000 tahun yang lalu. 2500 tahun Kemudian
Rasulullah SAW mengabadikannya sebagai kalimat peringatan bagi umatnya di setiap khutbah jumat.
Statement taqwa ini Puluhan kali disebutkan dalam Al-Quran
dengan kalimat ....Wa atii’ullaaha
wa’atiiurrasuul,. Taatilah Allah dan Rasulnya. Namun situasinya sering
tidak semudah definisinya. Nyatanya masih banyak yang tidak taat, atau mungkin
tidak tahu.
MENGKAJI ARTI TAKWA
Mengapa TAQWA ini jadi begitu
penting? Sampai-sampai harus disampaikan setiap minggu? Dari sinilah terlihat
kasih sayang Allah terhadap hambanya. Allah tidak ingin dan kasihan jika
makhluk kesayangannya ini sampai masuk neraka. Karena Allah tahu mereka tidak
akan sanggup.
Allah ingin jika perlu semua
hambanya masuk surga, maka dari itu setiap hari jum’at selalu diingatkan.
Diingatkan dari apa? Apa yang kita lupa? Kita suka lupa akan negeri
kita yang sebenarnya. Supaya bukan urusan dunia saja yang kita pikirkan. Supaya
kita paham mana yang lebih penting. Dunia atau Akhirat?
Kejarlah akhirat, tapi dunia
jangan dilupakan. Adalah keliru jika kita mengikuti paham : “Silahkan mengejar
dunia, tapi akhirat jangan dilupakan.” Siapa yang bilang seperti ini maka
ingatkan. Tidak terima? Tinggalkan. Tidak ada dalam Al-quran dimana Allah
memerintahkan untuk berkompetisi dalam urusan dunia dulu. Yang ada Akhirat
dulu.
(Al Qasas:77) à Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi ……………..
Al Mutaffifin: 22-26 à Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam
kenikmatan yang besar (surga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil
memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh
kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya),
laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba.
Oleh karena itu, mari kita Tanya
diri sendiri apakah kita sudah bertaqwa? Jika merasa sudah, maka cek lagi
apakah sudah Haqqa tuqatih? Apakah sudah sungguh-sungguh dan
sebenar-benarnya? Karena kemungkinan besar Taqwa kita belum sungguh-sungguh,
baru setengah-setangah, atau bahkan palsu, tidak sebenar-benarnya.
Taqwa bukan sekedar shalat, puasa, zakat. Untuk urusan ini
banyak yang sudah taat, namun dalam lain, perilaku, bergaul, bekerja, bernegara,
bisa jadi belum. Mulai dari hal yang dianggap sepele, tidak jarang kita masih
minum sambil berdiri, makan dengan tangan kiri, memakai cincin emas, kalung
emas, pergi keluar rumah memakai celana pendek di atas lutut, dsb.
Belum lagi di segi bernegara, di sekolah negeri diajarkan bahwa
kedaulatan ada di tangan rakyat. Bukankan setiap selesai shalat kita selalu
mengucap Laailahaillahu wahdahula syarikalah ……. Kedaulatan hanya ada di tangan Allah, Dia
yang berkuasa atas segala sesuatu. Di segi hukum masih berpegang dengan KUHP
peninggalan penjajah Belanda.
Yang lebih berat lagi di segi
ekonomi. Sanggupkah kita tidak meminjam uang di Bank? Maka kata Allah:
“Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian…” (At Taghaabun: 16)
Ayat ini memerintahkan kita untuk berjuang semaksimal mungkin dalam bertakwa
kepada Allah SWT. Sanggup atau tidak sanggup, kita ukur sendiri kadar ketaqwaan
kita kepada Allah.
Semua yang dilarang Allah dan Rasulullah, maka bagi yang
masih mengerjakan usahakan segera tinggalkan, yang tidak mengerjakan, usahakan hindari
dan jauhi. Baru setelah itu ikuti sunnah-sunnah lainnya.
Jadikanlah budaya keluarga kita adalah budaya Islam. Perilaku
orang tua sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku istri dan anak-anaknya. Kebiasaan
yang tidak baik jika dipertahankan selama bertahun-tahun, maka akan menjadi
sebuah budaya yang sulit ditinggalkan.
Ah.. Nabi mah orang Arab, kita kan
orang Indonesia?
Syari’at Islam bukanlah budaya Arab, melainkan diajarkan
langsung oleh Allah melalui Rasulnya untuk kebaikan seluruh manusia di Bumi.
Maka katakanlah “Kita orang Muslim, kami
punya cara seperti ini…, bukan cara suku A atau suku B, kelas A atau kelas
B, bangsa A atau bangsa B.
Mungkin dalam hal perilaku dan tata cara ibadah, masih dengan
cara di luar tuntunan Rasulullah. Maka segera luruskan.
“Ah.. yang diajarkan guru saya tidak begitu …”
Tradisi keluarga yang turun temurun, tradisi setempat,
atau ajaran dari guru, selama tata cara tersebut tidak sesuai sunnah, maka jangan
ambil resiko untuk menjadikannya sebuah sunnah baru.
SESAJIAN BAGI ROH LELUHUR, VALENTINAN, TUKAR CINCIN,
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang (kaum lelaki) memakai cincin emas (HR. Bukhari,
Muslim, dan Ahmad)
TIUP LILIN, TAHUN BARUAN, STANDING PARTY, MENCUKUR ALIS,
dsb.
Tahukah saudara bahwa tradisi ini merupakan warisan dari
orang nasrani. Kaum muslimin dilarang mengikuti kebiasaan dan tradisi orang
kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia adalah bagian
dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah; dinilai
sahih oleh Al-Albani).
Setiap manusia punya masalah. Tidak mungkin tidak, bedannya
ada pada cara menghadapinya. Anak usia remaja punya masalah dengan
pergaulannya, keluarga muda bermasalah dengan tekanan ekonomi atau keharmonisan
rumah tangganya, Yang sudah setengah baya bermasalah dengan anak-anaknya, yang
sudah tua bermasalah dengan kesehatannya.
Kata Imam Muslim: Urusan
orang yang beriman itu sungguh indah…
kala senang ia bersyukur, kala susah ia bersabar, semuanya adalah
kebaikan.
Memang masing masing punya titik kelemahan. Harta, tahta,
wanita masih menjadi alasan klasik untuk seseorang berbuat dosa. Makhluk yang
disebut setan memainkan perannya. Ia menggoda dengan cara membisikkan ide dalam
hati manusia yang dalam kondisi labil, bingung apa yang harus dilakukan. Saat
menghadapi pilihan, ia digoda agar memilih jalan yang salah. Yang banyak
pengetahuan terkadang masih bisa tersesat apalagi yang belum.
Ketika kurang harta, setan memberi ide manis untuk
mencuri, menipu, berjudi atau berriba. Setan membisikkan kata “lumayan”.
Lumayan buat beli ini dan beli itu. Akhirnya ketagihan dan susah lepas dari
perbuatan buruknya itu. Ketika banyak harta, ia digoda agar “main perempuan”
tamak dan haus kekuasaan sehingga bisa berbuat sewenang-wenang.
Secara halus tanpa kita sadari Setan membisikkan ide ke perbuatan
mengkufuri nikmat rejeki yang telah Allah berikan. Parahnya jika kita sudah
mengkufuri nikmat terbesar dalam hidup ini, apa itu? Hidup itu sendiri. Anugerah
terbesar yang diberikan Allah. Dengan umur / waktu ini mestinya kita gunakan semaksimal
mungkin untuk beribadah kepada Allah, menanam benih-benih kebaikan yang buahnya
bisa kita petik di akhirat kelak.
Ada kalanya hidup tidak berjalan
sesuai harapan. Jangan menaggapinya dengan putus asa sambil berkata, “lebih baik aku mati saja dari pada hidup
seperti ini..” atau “aku tidak minta
dilahirkan di dunia ini”
this is so stupid
thinking. Apa
kalau sudah mati masalahnya akan selesai lalu tinggal di tempat baru yang lebih
enak? Come on… Berapa banyak yang sudah membunuh dirinya
sendiri karena telah berpikiran bodoh semacam ini?
Siapa yang mau susah? Siapa yang tidak mau hidup enak,
bahagia dan tenang tanpa ada masalah yang berarti, uangnya banyak, badannya
sehat, keluarganya baik. Ok.. lets say kita punya segudang harta, tapi
kenapa masih banyak orang yang menzalimi dirinya sendiri dengan hartanya itu? This is non sense. Hidup adalah ladang
penderitaan, tidak bisa memilih yang enak-enak saja. Kesusahan dan Kebahagiaan
Ini sudah menjadi Sunnatullah.. Toh
tidak serius, kata Allah hidup ini cuma main-main saja kok, hanya senda
gurau. Don’t take it serious.
“Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di
bumi sebagai perhiasan baginya, untuk kami menguji mereka siapakah diantaranya
yang terbaik perbuatannya” (Q.S al Kahfi : 7)
“Apakah mereka mengira bahwa mereka akan di biarkan hanya
dengan mengatakan “kami telah beriman” dan mereka tidak di uji? Dan sungguh,
kami telah menguji orang – orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui
orang – orang yang benar dan pasti mengetahui orang – orang yang dusta” (Q.S Al Ankabut 2- 3)
Disini pentingnya buku petunjuk Al-Qur’an, diturunkan satu
paket disertai contoh hidup dari seseorang yang patut dijadikan teladan yakni
Rasulullah SAW. Di dalamnya sudah ada panduan apa yang harus dilakukan jika
sedang menghadapi kesulitan dan apa yang harus dilakukan ketika berkecukupan.
Mereka yang asing dengan Al quran dan hadits akan mencari
jalan keluar dari masalahnya dengan cara lain. Mereka yang tinggal di pedesaan
biasanya pergi ke orang pintar atau paranormal atau dukun. Ada yang disuruh mandi kembang, ada yang
disuruh simpan jimat, ambil tanah kuburan. Macem-macem, solusinya instant tapi
menyesatkan.
Mereka yang di kota
pergi ke Psikiater, lalu oleh si psikiater dihipnotis. Atau ke Gramedia cari
buku karangan penulis terkenal seperti Dale Carnegie, Stephen Covey, atau Robert
Kiyosaki. Sehingga jika kita Tanya mereka soal dunia, mereka kemukakan segudang
argumentasi sesuai dengan referensi yang dia baca, atau dia dengar dalam
seminar.
Padahal kita sebagai muslim punya buku panduan sendiri
yang namanya Al Quran dan Sunnah. Sudahkah kita mempelajarinya? Tidak patut
kita membanggakan buku-buku karya manusia sementara kitab yang telah dijamin
kebenarannya, kita kesampingkan. Jadikan Al Quran sebagai buku petunjuk. Tapi
ingat, hanya bagi mereka yang bertaqwa.
Allah sudah berfirman :
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah (ibadah) kepada-Ku".
Adz-Dzariyaat:56
“Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah – buahan. Dan sampaikanlah
kabar gembira kepada orang – orang yang sabar “
(Q.S Al Baqarah : 155)
Pada saat manusia menemui kematiannya, maka iapun
terbangun dari tidurnya.
(Ali bin Abi Thalib, R.A.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar